Kamis, 16 September 2010

REMAJA DAN SEXS MENURUT HINDU

Sifat remaja adalah selalu ingin tahu. Ingin mencoba segala sesuatu . yang belum diketahuinya. Normal, sebagai bagian dari pertumbuhan fisik dan jiwanya. Dalam kelompok gaul seusianya, dari ingin tahu, lalu mencoba, meniru perilaku orang dewasa. Kelompok-kelompok ini seringkali terbentuk dalam ketidakpahaman tentang nilai-nilai dan norma-norma keagamaan. Pencarian indentitas dan jati diri yang sering tanpa arah, membentuk pribadi-pribadi yang goyah serta jiwa yang labil. Kondisi ini kemudian mendorong mereka menuju penyimpangan perilaku yang bertentangan dengan aturan­aturan moral dimasyarakat. Antara lain terjadi penyimpangan perilaku seksual, seperti kumpul kebo, seks bebas, homoseks, pelecehan seksual dsb.


Masalah seksual bagi remaja baik di desa maupun di kota, bukan lagi sesuatu yang tabu. Adanya pergeseran nilai dan perilaku seksual yang semakin toleran dan bebas, tidak lagi memandang hubungan seks sebagai sesuatu yang harus dilalui sebuah pernikahan. Nilai sacral dalam suatu hubungan seks sudah berkembang menjadi aktivitas memenuhi dorongan seksual at au libido, yang bisa dilakukan setiap saat. Hubungan seksual sudah menjadi sebuah rekreasi seksual, sebuah pelampiasan kama yang tak terkendali; sepanjang tidak ada unSUf­unsur paksaan.

Terlepas dari adanya berbagai penyebab dari luar diri, ketidaktahuan remaja mengenai seks, mungkin disebabkan kurangnya informasi dari keluarga, sekolah masyarakat. Sementara, ketiganya merupakan sumber-sumber pembelajaran yang efektif. Ini memberikan peluang kepada para remaja untuk mencarai informasi diam-diam, lewat media atau ternan-ternan gaulnya. Maka, sese orang akan bisa mengatakan bahwa akses informasi seksual melalui media-media menjadi salah satu penyebabnya adanya seks bebas dikalangan remaja. Dari berbagai rubrik di media cetak, terungkap kemudian, bahwa, para remaja dengan cerdik telah memanfaatkan konsultasi seksualitas dan kesehatan reproduksi untuk pembelajaran tentangseks. Kemudian terungkap pula bahwa para remaja sudah sedemikianjauh terlibat dengan masalah-masalah seksual, bahkan mencapai tahap yang beresiko tinggi. lni tentunya cukup membuat kita prihatin dan selalu waspada.

Tujuan agama Hindu sudah jelas, yaitu Catur Purusartha. Dharma, hidup yang bermoral, berdasarkan kebenaran agama. Artha, kekayaan, materi, gelar profesi dan karir, skill atau keahlian, juga termasuk di dalamnya. Kama, yang dalam arti sempit adalah kebahagiaan dari hubungan seksual, untuk mendapatkan keturunan. Secara lebih luas kama juga diartikan, keinginan-keinginan lain baik material maupun non material; termasuk nilai-nilai estetik jiwa. Moksa atau kelepasan, suka tanpa wali dukha, bersatunya ciptaan dengan Sang Pencipta. Urutan-urutan dati tujuan hidup tadi, memberi makna bahwa hidup seyogyanya diawali dengan moralitas atau kebenaran dan diakhiri dengan spiritualitas. Oleh karena itu, hidup menurut Hindu, diawali dharma, mlalu ditengah-tengahnya ditempatkan artha dan kama; semuanya itu lalu diakhiri dengan lepasriya keterikatan duniawi. Dalam bahasa sederhana, catur Purusartha itu bisa disampaikan dengan kata-kata: "melalui dharma. Manusia memperoleh kekayaan, karir, kekuasaan dan dalam ukuran yang terbatas ada kenikmatan seksual, UIituk mencapai kebahagiaan jiwa". Hindu tidak melarang diungkapnya wacana tentang seksual; tentunya disesuaikan dengan tempat, wakti dan situasi yang niendukungnya. Bahkan dalam perjalanan kehidupan manusia Hindu, pengakuan terhadap perkembangan seksual manusia, diwujudkan dan dipermaklumkan melalui upacara-upacara tertentu. Upacara ini selain merupakan proses pendidikan dan pembelajaran setiap anak Hindu, juga secara rohani diharapkan sebagai pengendali perilaku Seperti, misalnya bagi para remaja putri yang telah mengalami haid untuk pertama kali, yaitu rajasevala dan bagi remaja pria yang mendapatkan mimpi basah pertama, upacaranya disebut rajasanga.

Upacara-upacara ini juga sekaligus merupakan bagian dari pada tahapan belajar, disebut Brahmacarya. Pada tahapan inilah, pengendalian seks dangat berperan besar, karena ini adalah masa-masa yang membutuhkan konsentrasi tinggi untuk menuntut ilmu jasmani maupun rohani. HasH yang didapat dari tahapan ini akan menentuka tahapan berikutnya, yaitu Grehasta. Perubahan fisik dan hormonal, bagi remaja ini perlu dijelaskan oleh para orang tua, agar mereka paham bahwa perubahan ini akan mendewasakan mereka. Tidak perlu ragu untuk menjelaskan tentang sel telur (kama bang), yang apabila bertemu dengan sperma (kama petak); akan membuahkan sebuah kehidupan baru. Seperti yang dinyatakan dalam Veda Smerti: "amadanayuta kanya, yuvati ca rajasvala, kanta payodharanvita, pramada cahata smarahih". Artinya, seorang gadis yang tiada terpengaruh asmara disebut kanya, yang telah datang bulan disebut yuvati, yang payudaranya mekar disebut kanta, pramada namanya, wanita yang dikuasai asmara menggebu-gebu.

Semangat menggebu-gebu para remaja, sering tidak diperhitungkan, penuh dengan angan-angan dan fantasi. Sehingga mudah terjerumus, terjebak kepada pelanggaran norma; seperti seks bebas, gonta-ganti pasangan, hubungan seks sebagai pelampiasan nafsu semata. Jelas sekali dalam Sarasamuccaya disebutkan bahwa nafsu birahi tidak akan pernah terpuaskan. Semakin diikuti, maka ia akan semakin menyala keinginannya, seperti api yang disiram minyak. Untuk menghindarkan itu, sebagai pedoman pengendalian diri, remaja Hindu dibekali dengan brat a Upastanigraha. Semua brata pengendalian diri lewat upavasa (puasa) dibarengi dengan kegiatan­kegiatan positif terkait dengan ilmu pengetahuan dan agama.

Hindu mengajarkan bahwa hubungan seks memiliki tujuan mulia, yaitu seks prokreasi, mendapatkan keturunan dengan membangun cinta kasih suami - istri lewat pawiwahan (pernikahan). Dengan demikian ada keterikatan, dalam tata cara yang dibenarkan agama, terkait pernikahan dan seksualitas. Penyimpangan perilaku seksual, seperti seks bebas, homoseks, kumpul kebo, dsb; merupakan pelanggaran norma agama yang berat. Bagi remaja Hindu yang berpacaran, hendaknya berpegang kepada kesetiaan pada pasangannya, seperti yang disebutkan dalam Manava Dharmasastra: "yo dharmasilo jitamanaroso, vidyavinito na paropatapi, svadharatustah paradaravarji, na tasya loke bhayalY!asti kincit".
Artinya, "setia terhadap perbuatan mulia, menaklukkan sifat angkara, arif dan rendah hati, tidak membawa penderitaan bagi orang lain, setia kepada pasangan, tidak menodai pasangan lain, orang itu tiada noda dalam kehidupannya.

AA GSM PUTRA.media hindu
SUMBER : 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar